Sifat Menjaga Dari Perkara Haram
Diceritakan, Imam Ahmad
menggadaikan timba (ember) kepada seorang penjual sayuran di kota Mekkah
(semoga Allah selalu menjaga Mekkah), ketika Imam Ahmad ingin menebusnya, si
penjual sayur mengeluarkan dua buah timba lalu berkata: “Ambillah salah satu
untukmu!” Imam Ahmad berkata: “Aku tidak tahu yang mana timbaku, maka timba dan
uang dirhamku untukmu.” Si penjual berkata: “Timbamu yang ini, dan aku ingin
mengujimu.” Kemudian Imam Ahmad berkata: Aku tidak akan mengambilnya.” Imam
Ahmad pergi dan meninggalkan timbanya di tempat penjual sayur.
Diceritakan pula bahwasannya
saudara perempuan Bisyr Al-Hafi mendatangi Imam Ahmad, ia berkata: “Sungguh
kami sedang memintal di atas loteng kami, kemudian ada sinar obor (sokle) suku
at-Thahiriyyah menerangi kami, apakah kami boleh memintal dengan penerangan
dari sinar obor (sokle) tersebut?”. Imam Ahmad berkata: “Siapa engkau? Semoga
Allah mengampunimu.” Wanita itu menjawab: “Saudara perempuan Bisyr Al-Hafi.”
Lalu Imam Ahmad menangis dan berkata: “Dari rumah kalian telah keluar sifat
wara’ yang sesungguhnya, janganlah engkau memintal dengan penerangan obor itu”.
·
Di kisah
pertama, Imam Ahmad tidak mau mengambil sesuatu yang bukan miliknya karena
menjaga dari sesuatu yang haram, walau sudah diberitahu mana timba miliknya,
dia tetap menolaknya karena tidak jelas kebenarannya dan masih samar. Sementara
pada kisah kedua, si wanita tidak memintal dengan cahaya obor karena pada
hakikatnya orang yang lewat dengan obor adalah bertujuan menerangi jalan, bukan
menerangi wanita itu. Maka si wanita takut memanfatkan sesuatu yang bukan menjadi
haknya (karena menjaga dari perkara haram).
___________________
Sumber :
Wira’i – KH. Moch. Djamaluddin
Ahmad. Hal 15-16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar