Abu Nawas – Lukisan Diri Tiruan
Tak dinanya, selain cerdik dan
jenaka, Abunawas ternyata berbakat menulis juga. Setelah berbulan-bulan belajar
dari seorang pelukis terkenal, Abunawas benar-benar pandai melukis.
Kemampuannya kini hampir setara dengan gurunya. Guru lukisnya sampai
geleng-geleng kepala melihat kehebatan Abunawas.
Suatu
hari, Abunawas disuruh guru lukisnya mengambil kanfas, di rumah seorang
kerabatnya, Wan Hamid namanya. Karena datang agak kemalaman, Abunawas disuruh
menginap di rumah Wan Hamid. “Sudahlah pulang besok saja. Apalagi cuaca mendung
begini, aku khawatir kau kehujanan,” bujuk Wan Hamid kepada Abunawas. Karena
dipaksa, abunawas akhirnya menurut. Dia tidur di rumah Wan Hamid. Tapi
sebenarnya Wan Hamd punya tujuan lain. Dia ingin menguji kehebatan Abunawas.
Wan Hamid mendengar kalau Abunawassudah mahir melukis. Maka dari itu dia ingin
tahu, apakah Abunawas bisa membedakan lukisan atau tidak.
Ketika
malam telah larut, Wan Hamid mengetuk kamar Abunawas. Dengan enggan Abunawas
membuka pintu. “Maaf Abunawas, aku mengganggu tidurmu,: ujar Wan Hamid
pura-pura menyesal. “Aku hendak menaruh ini di kamarmu. Ambil saja jika kau
suka,” tambah Wan Hamid seraya menaruh sekeranjang buah-buahan yang terbuat
dari kayu. Buah-buahan dari kayu itu persis seperti aslinya. Bentuk dan
pengecatannya nyaris sempurna.

“Wan
Hamid, kenapa kau menipuku? Mengapa kau taruh buah-buahan palsu di kamarku?”
sanggah Abunawas geram. “Siapa yang menipumu?” jawab Wan Hamid tak mau
disalahkan. “Apakah aku mengatakan kalau buah-buahan itu asli? Tidak kan?”
Abunawas tidak berkutik mendengar jawaban Wan Hamid. Kerabat guru lukisnya itu
memang tidak pernah mengatakan, kalau buah-buahan itu asli. Ketergesaan
Abunawaslah yang membuat dia merasa dipermalukan.
Pagi
telah menjelang. Abuawas tetap berada di dalam kamar. Wan Hamid merasa
penasaran. Dia bertanya-tanya dalam hati, apakah Abunawas gondok sehingga tidak
mau keluar kamar? Wan Hamid mengetuk pintu. Dia mencoba membangunkan Abunawas.
“Abunawas, sudah siang, apakah kau tidak mau pulang?” seru Wan Hamid dari luar
kamar. Abunawas tidak menjawab. Wan Hamid semakin gundah. Perlahan-lahan dia
membuka pintu kamar Abunawas. Begitu pintu kamar terbuka, Wan Hamid menjerit
sekeras-kerasnya. Abunawas kedapatan gantung diri di pintu almari!

Belum
lagi hilang ketakjuban orang-orang, Abunawas tiba-tiba muncul dari balik
almari. Sebagian orang terpekik kaget, dan sebagian orang bernafas lega. “Ah
Abunawas... kau ini bikin ribut orang-orang saja,” kata salah seorang yang
berkumpul di situ. “Kukira yang tergantung disitu benar-benar dirimu. Ternyata
itu hanya lukisan saja,” lanjutnya lagi.
“Ini cuma
guyonan kok!” jawab Abunawas enteng. “Tadi malam, Wan Hamid mencoba
mempermalukan aku. Sekarang gantian aku yang mencoba mempermalukan Wan Hamid.
Cuma bedanya kalau kemarin hanya dia yang tahu, sekarang banyak orang yang
tahu, kalau dia sebenarnya bodoh dan mudah dikelabuhi. Mendengar uraian
Abunawas, muka Wan Hamid berubah menjadi merah padam menahan malu.
_____________
Sumber :
Majalah Mentari edisi 308
1-7 Januari 2006 Hal 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar