Minggu, 16 April 2017

Apel Dan Permasalahan Wanita


Apel dan Permasalahan Wanita

Suatu ketika, datang seorang wanita ke majelis pengajian Imam Abu Hanifah. Dia hanya berdiri di depan pintu, tidak berani masuk. Karena yang hadir di majelis itu semuanya pria. Dia hanya menitipkan satu buah apel kepada seorang lelaki yang di dekatnya, agar diberikan kepada Imam Abu Hanifah. Apel itu berwarna merah di satu sisinya, dan berwarna kuning di sisi yang lain.
“Tolong berikan apel ini kepada Imam abu Hanifah, saya menunggu jawaban.” Pinta wanita itu. Setelah menerima buah apel, Imam Abu Hanifah bertanya kepada laki-laki yang mengantarnya, “Siapa yang mengirimkan apel ini?”. “Seorang wanita yang sekarang berdiri di balik pintu menunggu jawaban.” Jawab lelaki itu.

“Aku paham yang dia tanyakan.” Beliau kemudian membelah apel itu menjadi dua bagian dan diserahkan kembali kepada lelaki yang mengantarnya. “Temui wanita itu dan serahkan apel itu padanya.” Kata Imam Abu Hanifah.
Lelaki itu lantas menjalankan perintah beliau. Apel itu diserahkan kepada wanita yang telah menunggu di balik pintu. Setelah menerima apel tersebut, wanita itu pulang ke rumah dengan lega, karena sudah mendapat jawaban dari pertanyaan yang selama ini membuatnya bingung.
* * * * *
Wanita yang datang ke majelis Imam Abu Hanifah dalam kisah di atas bertanya tentang darah haid. Jika warna darah yang awalnya merah telah berubah menjadi kuning, apakah dia sudah dihukumi suci? Ia memberi isyarat dengan menyerahkan satu buah apel yang berwarna merah dan kuning di sebagian sisinya.
Imam Abu Hanifah dengan cerdas mengetahui apa yang dikehendaki wanita tersebut. Kemudian beliau menjawab dengan cara membelah apel menjadi dua bagian, sehingga terlihat bagian dalamnya. Sebagai isyarat bahwa wanita dihukumi suci, jika sama sekali sudah tidak ada darah yang keluar. Dilambangkan dengan warna putih yang tampak saat apel itu dibelah menjadi dua. Sehingga jika masih mengeluarkan darah berwarna kuning, belum dihukumi suci.
Dikutip dari Syarh Yaqut An Nafis
___________________
Sumber : Petuah Bijak 1, A. Yasin Muchtarom. Hal 75 – 76
Gambar : dunia.tempo.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Page